Di Negeri Batipuh Sapuluh Koto (Padang panjang) , seorang
pemuda bergelar Pendekar Sutan, kemenakan Datuk Mantari Labih, yang merupakan
pewaris tunggal harta peninggalan ibunya. Karena tak bersaudara perempuan, maka
harta bendanya diurus oleh mamaknya.
Datuk Mantari labih hanya bisa menghabiskan harta tersebut, sedangkan untuk
kemenakannya tak boleh menggunakannya. Hingga suatu hari, ketika Pendekar Sutan
ingin menikah namun tak diizinkan menggunakan hartany atersebut, terjadilah
pertengkaran yang membuat Datuk Mantari labih terbunuh. Pendekar Sutan
ditangkap, saat itu ia baru berusia 15 tahun. Ia dibuang ke Cilacap, kemudian
dibawa ke Tanah Bugis. Karena Perang Bone, akhirnya ia sampai di Tanah
Mengkasar. Beberapa tahun berjalan, Pendekar Sutan bebas dan menikah dengan
Daeng Habibah, putri seorang penyebar agama islam keturunan Melayu. Empat tahun
kemudian, lahirlah Zainuddin.
Saat Zainuddin masih kecil, ibunya meninggal. Beberapa
bulan kemudian ayahnya menyusul ibunya. Ia diasuh Mak Base, teman ayahnya. Pada
suatu hari, Zainuddin meminta izin Mak Base untuk pergi ke Batipuh, sumbar,
mencari sanak keluarganya di negeri asli ayahnya. Dengan berat hati, Mak Base
melepas Zainuddin pergi.
Sampai di Padang, Zainuddin langsung menuju Negeri Batipuh.
Sesampai di sana, ia begitu gembira, namun lama-lama kabahagiaannya itu hilang
karena semuanya ternyata tak seperti yang ia harpakan. Ia masih dianggap orang
asing, dianggap orang Bugis, orang Mengkasar. Betapa malang dirinya, karena di
negeri ibunya ia juga dianggap orang asing, sementara di Makassar dia juga
dianggap orang asing karena kuatnya adat istiadat pada saat itu. Ia pun jenuh
hidup di batipuh, dan saat itulah ia bertemu Hayati, seorang gadis Minang yang
membuat hatinya gelisah, menjadikannya alasan untuk tetap hidup di sana.
Berawal dari surat-menyurat, mereka pun menjadi semakin dekat dan kahirnya
saling cinta.
Kabar
kedekatan mereka tersiar luas dan menjadi bahan gunjingan semua warga. Karena
keluarga Hayati merupakan keturunan terpandang, maka hal itu menjadi aib bagi
keluargany, adat istiadat mengatakan Zainuddin bukanlah orang Minangkabau,
Ibunya berasal dari Makassar. Zainuddin dipanggil oleh mamak Hayati, dengan
alasan demi kemaslahatan Hayati, mamak Hayati menyuruh Zainuddin pergi meninggalkan
Batipuh.
Zainuddin
pindah ke Padang Panjang (berjarak sekitar 10 km dari batipuh) dengan berat
hati. Hayati dan Zainuddin berjanji untuk saling setia dan terus berkiriman
surat. Suatu hari, Hayati datang ke Padang Panjang untuk melihat acara pacuan
kuda. Ia menginap di rumah temannya bernama Khadijah. Satu peluang untuk
melepas rasa rindu pun terbayang di benak Hayati dan Zainuddin. Namun hal itu
terhalang oleh adanya pihak ketiga, yaitu Aziz, kakak Khadijah yang juga
tertarik oleh kecantikan Hayati. Karena berada dalam satu kota (Padang Panjang)
akhirnya Zainuddin dan Aziz bersaing dalam mendapatkan cinta Hayati.
Mak
Base meninggal, dan mewariskan banyak harta kepada Zainuddin. Karena itu ia
akhirnya mengirim surat lamaran kepada Hayati di Batipuh.Temyata surat
Zainuddin bersamaan dengan lamaran Aziz. Zainuddin tanpa menyebutkan harta
kekayaan yang dimilikinya, akhirnya ditolak oleh ninik mamak Hayati dan
menerima pinangan Aziz yang di mata mereka lebih beradab, dan asli Minangkabau,
dan Hayatipun akhirnya memilih Aziz sebaagai suaminya. Zainuddin tak kuasa
menerima penolakan tersebut. Apalagi kata sahabatnya, Muluk, Aziz adalah
seorang yang bejat moralnya. Namun apalah dayanya di hadapan ninik mamaknya.
Setelah penolakan dari Hayati, Zainuddin jatuh sakit selama dua bulan.
Atas
bantuan dan nasehat Muluk, Zainuddin dapat merubah pikirannya. Bersama Muluk,
Zainuddin pergi ke Jakarta. Di sana Zainuddin mulai menunjukkan kepandaiannya
menulis. Dengan nama samaran "Z", Zainuddin kemudian berhasil menjadi
pengarang yang amat disukai pembacanya. la mendirikan perkumpulan tonil
"Andalas", dan kehidupannya telah berubah menjadi orang terpandang
karena pekerjaannya. Zainuddin melanjutkan usahanya di Surabaya dengan
mendirikan penerbitan buku-buku.
Karena
pekeriaan Aziz dipindahkan ke Surabaya, Hajati pun mengikuti suaminya. Suatu
kali, Hayati mendapat sebuah undangan dari perkumpulan sandiwara yang dipimpin
dan disutradarai oleh Tuan Shabir atau "Z". Karena ajakan Hyati Aziz
bersedia menonton pertunjukkan itu. Di akhir pertunjukan baru mereka ketahui
bahwa Tuan Shabir atau "Z"adalah Zainuddin. Hubungan mereka tetap
baik, juga hubungan Zainuddin dengan Aziz.
Semenjak
mereka Hijrah ke Surabaya semakin lama watak asli Aziz semakin terlihat juga.
Ia suka berjudi dan main perempuan. Kehidupan perekonomian mereka makin
memprihatinkan dan terlilit banyak hutang. Mereka diusir dari kontrakan, dan
mereka terpaksa menumpang di rumah Zainuddin. Di balik kebaikan Zainuddin itu,
sebenarnya dia masih sakit hati kepada Hayati yang dulu dianggapnya pernah
ingkar janji. Karena tak kuasa menanggung malu atas kebaikan Zainuddin, setelah
sebulan tinggal serumah, Aziz pergi ke Banyuwangi mencari pekerjaan dan
meninggalkan isterinya bersama Zainuddin. Sepeninggal Aziz, Zainuddin sendiri
pun jarang pulang, kecuali untuk tidur.
Beberapa hari kemudian, diperoleh kabar bahwa Aziz telah
menceraikan Hayati. Melalui surat Aziz meminta supaya Hayati hidup bersama
Zainuddin. Dan kemudian datang pula berita dari sebuah surat kabar bahwa Aziz
telah bunuh diri meminum obat tidur di sebuah hotel di Banyuwangi. Hayati juga
meminta maaf kepada Zainuddin dan rela mengabdi kepadanya. Namun karena masih
merasa sakit hati, Zainuddin menyuruh Hayati pulang ke kampung halamannya saja.
Esok harinya, Hayati pulang dengan menumpang Kapal Van Der Wijck.
Setelah Hayati pergi, barulah Zainuddin menyadari bahwa ia
tak bisa hidup tanpa Hayati. Apalagi setelah membaca surat Hayati yang bertulis
“aku cinta engkau, dan kalau kumati, adalah kematianku di dalam mengenang
engkau.” Oleh sebab itulah setelah keberangkatan Hajati ia berniat menyusul
Hajati untuk dijadikan isterinya. Zainuddin kemudian menyusul naik kereta api
malam ke Jakarta.
Harapan Zainuddin temyata tak tercapai. Kapal Van Der Wijck
yang ditumpangi Hajati tenggelam di perairan dekat Tuban. Hajati tak dapat
diselamatkan.
Di sebuah rumah sakit di daerah Lamongan, Zainuddin
menemukan Hayati yang terbaring lemah sambil memegangi foto Zainuddin. Dan hari
itu adalah pertemuan terakhir mereka, karena setelah Hayati berpesan kepada
Zainuddin, Hayati meninggal dalam dekapan Zainuddin. Sejak saat itu, Zainuddin
menjadi pemenung. Dan tanpa disadari siapapun ia meninggal dunia. Kata Muluk,
Zainuddin meninggal karena sakit. Ia dikubur bersebaelahan dengan pusara
Hayati.
No comments:
Post a Comment