Info

Wednesday, April 26, 2017

Karya Ilmiah "KEBAKARAN HUTAN"

"KEBAKARAN HUTAN"




BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang Masalah
Di masa lalu membakar hutan merupakan suatu metode praktis untuk membuka lahan. Pada awalnya banyak dipraktekan oleh para peladang tradisional atau peladang berpindah. Namun karena biayanya murah praktek membakar hutan banyak diadopsi oleh perusahaan-perusahaan kehutanan dan perkebunan.
Di lingkup ilmu kehutanan ada sedikit perbedaan antara istilah kebakaran hutan dan pembakaran hutan. Pembakaran identik dengan kejadian yang disengaja pada satu lokasi dan luasan yang telah ditentukan. Gunanya untuk membuka lahan, meremajakan hutan atau mengendalikan hama. Sedangkan kebakaran hutan lebih pada kejadian yang tidak disengaja dan tak terkendali. Pada prakteknya proses pembakaran bisa menjadi tidak terkendali dan memicu kebakaran.Kebakaran hutan menjadi penyumbang terbesar laju deforestasi. Bahkan lebih besar dibanding konversi lahan untuk pertanian dan illegal logging
Hutan sebagai paru-paru dunia juga penyumbang oksigen dan keanekaragaman hayati terbesar di muka bumi.Terdapat berbagai jenis flora dan fauna didalamnya.Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia yang dapat ditemukan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin.Sebagai fungsi ekosistem, hutan berperan sebagai lumbung air, penyeimbang lingkungan, dan mencegah timbulnya pemanasan global.
Hutan Indonesia merupakan hutan terluas ke-3 di dunia setelah Brazil dan Zaire. Luas hutan di Indonesia diperkirakan mencapai 120,35 juta hektar atau sekitar 63 persen luas daratan. Penyebaran hutan di Indonesia hampir berada di seluruh wilayah nusantara, termasuk Provinsi Riau. Sebagian besar wilayah hutan Provinsi Riau merupakan lahan gambut yang sangat berpotensi untuk pertumbuhan kelapa sawit.Dari luasan total lahan gambut di dunia sebesar 423.825.000 ha, sebanyak 38.317.000 ha terdapat di wilayah tropika. Sekitar 50% dari luasan lahan gambut tropika tersebut terdapat di Indonesia yang tersebar di pulau-pulau Sumatra, Kalimantan, dan Papua, sehingga Indonesia menempati urutan ke-4 dalam hal luas total lahan gambut sedunia, setelah Kanada, Uni Soviet, dan Amerika Serikat.Indonesia memiliki lahan gambut terluas diantara negara tropis lainnya, yaitu sekitar 21 juta ha, yang tersebar luas terutama di pulau Sumatera, Kalimantan dan Papua (BB Litbang SDLP, 2008 dalam Agus dan Subiksa, 2008). Lahan gambut Riau menempati urutan ke-2 terbanyak setelah provinsi Papua.
Oleh karena itu, banyak perusahaan-perusahaan baik swasta asing maupun dalam negeri yang berminat dan tertarik terhadap lahan gambut di Provinsi Riau dan kemudian melakukan kerjasama untuk membangun perkebunan kelapa sawit yang akan diolah menjadi minyak. Namun tidak semua perusahaan yang menaati peraturan pemerintah terutama dalam hal pengelolaan lahan untuk pembangunan sehingga timbulah tindakan illegal yang dilakukan oleh perusahaan tersebut yang hanya dapat memberikan keuntungan sepihak. Misalkan, pembukaan lahan yang dilakukan dengan carapembakaran hutan.
Dengan semakin banyaknya lahan yang dibakar maka akan meningkatkan kadar asap dari kebakaran itu sendiri. Apalagi asap yang ditimbulkan dari pembakaran lahan gambut yang dinilai sangat sulit dalam upaya penyelesaiannya. Dikarenakan, saat musim kemarau tiba permukaan tanah gambut cepat sekali kering dan mudah terbakar, dan api di permukaan juga dapat merambat ke lapisan dalam yang relatif lembab. Oleh karenanya, ketika terbakar, kobaran api tersebut akan bercampur dengan uap air di dalam gambut dan menghasilkan asap yang sangat banyak.
Kebakaran hutan dapat didefinisikan sebagai sebuah kebakaran yang terjadi di alam liar, tetapi juga dapat memusnahkan rumah-rumah dan lahan pertanian disekitarnya. Kebakaran hutan sangat rawan terjadi ketika musim kemarau.
            Adapun beberapa penyebab terjadinya kebakaran hutan antara lain: Pembakaran lahan yang tidak terkendali, kurangnya penegakan hukum terhadap perusahaan yang melanggar peraturan pembukaan lahan, aktivitas vulkanisme, dan kecerobohan manusia.
1.2       Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada karya tulis ilmiah ini dapt kita simpulkan dari latar belakang masalah diantaranya adalah :
1. Apa sajakah penyebab terjadinya kebakaran hutan ?
2. Bagaimana dampak kebakaran hutan terhadap lingkungan dan alam ?
3. Apa sajakah upaya untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran hutan ?
4. Bagaimana cara memadamkan kebakaran hutan ?

1.3       Tujuan Penelitian
Adapun tujuan disusunnya makalah ini antara lain:
1. Mengetahui penyebab terjadinya kebakaran hutan
2. Mengetahui dampak dari kebakaran hutan terhadap lingkungan dan alam
3. Mengetahui upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan
4. Mampu mengendalikan kebakaran hutan

1.4       Metode Penelitian
Data penulisan makalah ini diperoleh dari buku tentang, Majalah Remaja Selain itu, tim penulis juga memperoleh data dari internet.

1.5       Kegunaan Penelitian
Bagi Penulis :
Melatih kemampuan Penulis dalam mengembangkan informasi yang didapat dari berbagai sumber terpercaya.
Melatih Penulis agar bertanggungjawab menyelesaikan tugas yang telah ditugaskan kepada Penulis.
Melatih ketelitian Penulis dalam menyusun karya tulis ilmiah ini.
Dan juga melatih kesabaran Penulis dalam menyusun karya tulis ilmiah.
Bagi Pembaca :
Menambah pengetahuan dan keterampilan. Dan juga sebagai sumber referensi tentang kebakaran hutan yang Penulis tuangkan dalam karya ilmiah ini.





BAB II
 PEMBAHASAN


2.1       Definisi dan Penyebab Terjadinya Kebakaran Hutan
            Kebakaran hutan (kebakaran vegetasi, atau kebakaran semak), adalah sebuah kebakaran yang terjadi di alam liar, tetapi juga dapat memusnahkan rumah-rumah dan lahan pertanian disekitarnya. Penyebab umum termasuk petir, kecerobohan manusia, dan pembakaran.
            Kebakaran hutan dalam bahasa Inggris berarti "api liar" yang berasal dari sebuah sinonim dari Api Yunani, sebuah bahan seperti-napalm yang digunakan di Eropa Pertengahan sebagai senjata maritime. Musim kemarau dan pencegahan kebakaran hutan kecil adalah penyebab utama kebakaran hutan besar. Namun, sebab utama dari kebakaran hutan adalah pembukaan lahan yang meliputi:
Kebakaran hutan yang dipicu kegiatan manusia bisa diakibatkan dua hal, secara sengaja dan tidak sengaja. Kebakaran secara sengaja kebanyakan dipicu oleh pembakaran untuk membuka lahan dan pembakaran karena eksploitasi sumber daya alam. Sedangkan kebakaran tak disengaja lebih disebabkan oleh kelalaian karena tidak mematikan api unggun, pembakaran sampah, membuang puntung rokok, dan tindakan kelalaian lainnya.
Di Indonesia, 99% kejadian kebakaran hutan disebabkan oleh aktivitas manusia baik sengaja maupun tidak sengaja. Hanya 1% diantaranya yang terjadi secara alamiah.4 Sejak era tahun 1980-an pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit dan Hutan Tanaman Industri diduga menjadi penyebab utamanya.
Kebakaran hutan secara alami banyak dipicu oleh petir, lelehan lahar gunung api, dan gesekan antara pepohonan. Sambaran petir dan gesekan pohon bisa berubah menjadi kebakaran bila kondisi hutannya memungkinkan, seperti kekeringan yang panjang.
Di hutan-hutan subtropis seperti Amerika Serikat dan Kanada, sambaran petir dan gesekan ranting pepohonan sering memicu kebakaran. Namun di hutan hujan tropis seperti Indonesia, hal ini sedikit mustahil. Karena terjadinya petir biasanya akan diiringi oleh turunnya hujan atau petir terjadi di sepanjang hujan. Sehingga sangat tidak mungkin menimbulkan kebakaran.
Pemicu alamiah lainnya adalah gesekan antara cabang dan ranting pepohonan. Hal ini pun biasanya hanya terjadi di hutan-hutan yang kering. Hutan hujan tropis memiliki kelembaban tinggi sehingga kemungkinan gesekan antar pohon menyebabkan kebakaran sangat kecil.Pembakaran lahan yang tidak terkendali sehingga merembet ke lahan lain Pembukaan lahan tersebut dilaksanakan baik oleh masyarakat maupun perusahaan. Namun bila pembukaan lahan dilaksanakan dengan pembakaran dalam skala besar, kebakaran tersebut sulit terkendali. Pembukaan lahan dilaksanakan untuk usaha perkebunan, HTI, pertanian lahan kering, sonor dan mencari ikan. pembukaan lahan yang paling berbahaya adalah di daerah rawa/gambut.
Penggunaan lahan yang menjadikan lahan rawan kebakaran, misalnya di lahan bekas HPH (Hak Penguasaan Hutan) dan di daerah yang beralang-alang.Dalam beberapa kasus, penduduk lokal juga melakukan pembakaran untuk memprotes pengambil-alihan lahan mereka oleh perusahaan kelapa sawit.
Kurangnya penegakan hukum terhadap perusahaan yang melanggar peraturan pembukaan lahan.Tingkat pendapatan masyarakat yang relatif rendah, sehingga terpaksa memilih jalan alternatif yang mudah, murah dan cepat untuk pembukaan lahan.Aktivitas vulkanis seperti terkena aliran lahar atau awan panas dari letusan gunung berapi.Kecerobohan manusia antara lain membuang puntung rokok secara sembarangan dan tanpa mematikan apinya terlebih dahulu.



2.2       Akibat Kebakaran Hutan Terhadap Lingkungan Dan Alam Sekitar
Akibat yang ditimbulkan dari kebakaran liar antara lain:
1.    Menyebarkan emisi gas karbon dioksida ke atmosfer yang mengakibatkan gangguan di berbagai segi kehidupan masyarakat antara lain pendidikan, agama dan ekonomi. Hal ini mengganggu kegiatan keagamaan dan mengurangi kegiatan perdagangan/ekonomi. Gangguan asap juga terjadi pada sarana perhubungan/transportasi yaitu berkurangnya batas pandang. Banyak pelabuhan udara yang ditutup pada saat pagi hari di musim kemarau karena jarak pandang yang terbatas bisa berbahaya bagi penerbangan. Sering terjadi kecelakaan tabrakan antar perahu di sungai-sungai, karena terbatasnya jarak pandang.
2.    Terbunuhnya satwa liar dan musnahnya tanaman baik karena kebakaran, terjebak asap atau rusaknya habitat. 3. Menyebabkan banjir selama beberapa minggu di saat musim hujan dan kekeringan di saat musim kemarau.
3.    Kekeringan yang ditimbulkan dapat menyebabkan terhambatnya jalur pengangkutan lewat sungai dan menyebabkan kelaparan di daerah-daerah terpencil.
4.    Kekeringan juga akan mengurangi volume air waduk pada saat musim kemarau yang mengakibatkan terhentinya pembangkit listrik (PLTA) pada musim kemarau.
5.    Musnahnya bahan baku industri perkayuan, mebel/furniture. Lebih jauh lagi hal ini dapat mengakibatkan perusahaan perkayuan terpaksa ditutup karena kurangnya bahan baku dan puluhan ribu pekerja menjadi penganggur/kehilangan pekerjaan.
6.    Meningkatnya jumlah penderita penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dan kanker paru-paru. Hal ini bisa menyebabkan kematian bagi penderita berusia lanjut dan anak-anak. Polusi asap ini juga bisa menambah parah penyakit para penderita TBC/asma.
7.    Kebakaran hutan menyebabkan kerusakan properti dan infrastruktur serta hilangnya aset pertanian, perkebunan dan kehutanan. Tak sedikit juga meminta korban jiwa manusia. Untuk kasus kebakaran besar tak jarang harus dilakukan evakuasi permukiman penduduk.
8.    Kebakaran hutan merupakan bencana bagi keanekaragaman hayati. Tak terhitung berapa jumlah spesies tumbuhan dan plasma nutfah yang hilang. Vegetasi yang rusak menyebabkan hutan tidak bisa menjalankan fungsi ekologisnya secara maksimal. Juga menyebabkan hilangnya habitat bagi satwa liar penghuni hutan.
9.    Selain itu kebakaran hutan banyak melepaskan emisi karbon dan gas rumah kaca lain ke atmosfer. Karbon yang seharusnya tersimpan dalam biomassa hutan dilepaskan dengan tiba-tiba. Apalagi bila terjadi di hutan gambut, dimana lapisan tanah gambut yang kedalamannya bisa mencapai 10 meter ikut terbakar.
10. Cadangan karbon yang tersimpan jauh di bawah lapisan tanah yang ditimbun selama jutaan tahun akan ikut terlepas juga. Pengaruh pelepasan emisi gas rumah kaca ikut andil memperburuk perubahan iklim.
11. Secara ekonomi hilangnya hutan menimbulkan potensi kerugian yang besar. Setidaknya ada tiga kerugian lain yang bisa dihitung secara ekonomi, yaitu kehilangan keuntungan karena deforestasi, kehilangan keanekaragaman hayati, dan pelepasan emisi karbon. Belum lagi dengan kerugian langsung dan tidak langsung bagi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan.
12. Asap yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan berdampak langsung pada kesehatan, khususnya gangguan saluran pernapasan. Asap mengandung sejumlah gas dan partikel kimia yang menggangu pernapasan seperti seperti sulfur dioksida (SO2), karbon monoksida (CO), formaldehid, akrelein, benzen, nitrogen oksida (NOx) dan ozon (O3).













2.3       Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan
            Sejak kebakaran hutan yang cukup besar yang terjadi pada tahun 1982/83 yang kemudian diikuti rentetan kebakaran hutan beberapa tahun berikutnya, sebenarnya telah dilaksanakan beberapa langkah, baik bersifat antisipatif (pencegahan) maupun penanggulangannya.
Upaya Pencegahan
Upaya yang telah dilakukan untuk mencegah kebakaran hutan dilakukan antara lain (Soemarsono, 1997):
(a) Memantapkan kelembagaan dengan membentuk dengan membentuk Sub Direktorat Kebakaran Hutan dan Lembaga non struktural berupa Pusdalkarhutnas, Pusdalkarhutda dan Satlak serta Brigade-brigade pemadam kebakaran hutan di masing-masing HPH dan HTI;
(b) Melengkapi perangkat lunak berupa pedoman dan petunjuk teknis pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan;
(c) Melengkapi perangkat keras berupa peralatan pencegah dan pemadam kebakaran hutan;
(d) Melakukan pelatihan pengendalian kebakaran hutan bagi aparat pemerintah, tenaga BUMN dan perusahaan kehutanan serta masyarakat sekitar hutan;
(e) Kampanye dan penyuluhan melalui berbagai Apel Siaga pengendalian kebakaran hutan;
(f) Pemberian pembekalan kepada pengusaha (HPH, HTI, perkebunan dan Transmigrasi), Kanwil Dephut, dan jajaran Pemda oleh Menteri Kehutanan dan Menteri Negara Lingkungan Hidup;
(g) Dalam setiap persetujuan pelepasan kawasan hutan bagi pembangunan non kehutanan, selalu disyaratkan pembukaan hutan tanpa bakar.





     Disamping melakukan pencegahan, pemerintah juga nelakukan penanggulangan melalui berbagai kegiatan antara lain (Soemarsono, 1997):
(a) Memberdayakan posko-posko kebakaran hutan di semua tingkat, serta melakukan pembinaan mengenai hal-hal yang harus dilakukan selama siaga I dan II.
(b) Mobilitas semua sumberdaya (manusia, peralatan & dana) di semua tingkatan, baik di jajaran Departemen Kehutanan maupun instansi lainnya, maupun perusahaan-perusahaan.
(c) Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di tingkat pusat melalui PUSDALKARHUTNAS dan di tingkat daerah melalui PUSDALKARHUTDA Tk I dan SATLAK kebakaran hutan dan lahan.
(d) Meminta bantuan luar negeri untuk memadamkan kebakaran antara lain: pasukan BOMBA dari Malaysia untuk kebakaran di Riau, Jambi, Sumsel dan Kalbar; Bantuan pesawat AT 130 dari Australia dan Herkulis dari USA untuk kebakaran di Lampung; Bantuan masker, obat-obatan dan sebagainya dari negara-negara Asean, Korea Selatan, Cina dan lain-lain.
Peningkatan Upaya Pencegahan dan Penanggulangan
            Upaya pencegahan dan penanggulangan yang telah dilakukan selama ini ternyata belum memberikan hasil yang optimal dan kebakaran hutan masih terus terjadi pada setiap musim kemarau. Kondisi ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain:
(a) Kemiskinan dan ketidak adilan bagi masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan.
(b) Kesadaran semua lapisan masyarakat terhadap bahaya kebakaran masih rendah.
(c) Kemampuan aparatur pemerintah khususnya untuk koordinasi, memberikan penyuluhan untuk kesadaran masyarakat, dan melakukan upaya pemadaman kebakaran semak belukar dan hutan masih rendah.
(d)     Upaya pendidikan baik formal maupun informal untuk penanggulangan kebakaran hutan belum memadai.

Hasil identifikasi dari serentetan kebakaran hutan menunjukkan bahwa penyebab utama kebakaran hutan adalah faktor manusia dan faktor yang memicu meluasnya areal kebakaran adalah kegiatan perladangan, pembukaan HTI dan perkebunan serta konflik hukum adat dengan hukum negara, maka untuk meningkatkan efektivitas dan optimasi kegiatan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan perlu upaya penyelesaian masalah yang terkait dengan faktor-faktor tersebut.
 Di sisi lain belum efektifnya penanggulangan kebakaran disebabkan oleh faktor kemiskinan dan ketidak adilan, rendahnya kesadaran masyarakat, terbatasnya kemampuan aparat, dan minimnya fasilitas untuk penanggulangan kebakaran, maka untuk mengoptimalkan upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan di masa depan antara lain:
1.    Melakukan pembinaan dan penyuluhan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan, sekaligus berupaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya kebakaran hutan dan semak belukar.
2.    Memberikan penghargaan terhadap hukum adat sama seperti hukum negara, atau merevisi hukum negara dengan mengadopsi hukum adat.
3.    Peningkatan kemampuan sumberdaya aparat pemerintah melalui pelatihan maupun pendidikan formal. Pembukaan program studi penanggulangan kebakaran hutan merupakan alternatif yang bisa ditawarkan.
4.    Melengkapi fasilitas untuk menanggulagi kebakaran hutan, baik perangkat lunak maupun perangkat kerasnya.
5.    Penerapan sangsi hukum pada pelaku pelanggaran dibidang lingkungan khususnya yang memicu atau penyebab langsung terjadinya kebakaran.
Upaya untuk menangani kebakaran hutan ada dua macam, yaitu penanganan yang bersifat represif dan penanganan yang bersifat preventif. Penanganan kebakaran hutan yang bersifat represif adalah upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk mengatasi kebakaran hutan setelah kebakaran hutan itu terjadi. Penanganan jenis ini, contohnya adalah pemadaman, proses peradilan bagi pihak-pihak yang diduga terkait dengan kebakaran hutan (secara sengaja), dan lain-lain.


Sementara itu, penanganan yang bersifat preventif adalah setiap usaha,tindakan atau kegiatan yang dilakukan dalam rangka menghindarkan atau mengurangi kemungkinan terjadinya kebakaran hutan. Jadi penanganan yang bersifat preventif ini ada dan dilaksanakan sebelum kebakaran terjadi. Selama ini, penanganan yang dilakukan pemerintah dalam kasus kebakaran hutan, baik yang disengaja maupun tidak disengaja, lebih banyak didominasi oleh penanganan yang sifatnya represif. Berdasarkan data yang ada, penanganan yang sifatnya represif ini tidak efektif dalam mengatasi kebakaran hutan di Indonesia.

Hal ini terbukti dari pembakaran hutan yang terjadi secara terus menerus. Sebagai contoh : pada bulan Juli 1997 terjadi kasus kebakaran hutan. Upaya pemadaman sudah dijalankan, namun karena banyaknya kendala, penanganan menjadi lambat dan efek yang muncul (seperti : kabut asap) sudah sampai ke Singapura dan Malaysia. Sejumlah pihak didakwa sebagai pelaku telah diproses, meskipun hukuman yang dijatuhkan tidak membuat mereka jera. Ketidakefektifan penanganan ini juga terlihat dari masih terus terjadinya kebakaran di hutan Indonesia, bahkan pada tahun 2008 ini.

Oleh karena itu, berbagai ketidakefektifan perlu dikaji ulang sehingga bisa menghasilkan upaya pengendalian kebakaran hutan yang efektif.

Menurut UU No 45 Tahun 2004, pencegahan kebakaran hutan perlu dilakukan secara terpadu dari tingkat pusat, provinsi, daerah, sampai unit kesatuan pengelolaan hutan. Ada kesamaan bentuk pencegahan yang dilakuk an diberbagai tingkat itu, yaitu penanggungjawab di setiap tingkat harus mengupayakan terbentuknya fungsi-fungsi berikut ini :

Mapping : pembuatan peta kerawanan hutan di wilayah teritorialnya masing-masing. Fungsi ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, namun yang lazim digunakan adalah 3 cara berikut:
pemetaan daerah rawan yang dibuat berdasarkan hasil olah data dari masa lalu maupun hasil prediksi.
pemetaan daerah rawan yang dibuat seiring dengan adanya survai desa (Partisipatory Rural Appraisal)
pemetaan daerah rawan dengan menggunakan Global Positioning System atau citra satelit
Informasi : penyediaan sistem informasi kebakaran hutan.
Hal ini bisa dilakukan dengan pembuatan sistem deteksi dini (early warning system) di setiap tingkat. Deteksi dini dapat dilaksanakan dengan 2 cara berikut :
o   analisis kondisi ekologis, sosial, dan ekonomi suatu wilayah
o   pengolahan data hasil pengintaian petugas

Sosialisasi : pengadaan penyuluhan, pembinaan dan pelatihan kepada masyarakat.
Penyuluhan dimaksudkan agar menginformasikan kepada masyarakat di setiap wilayah mengenai bahaya dan dampak, serta peran aktivitas manusia yang
seringkali memicu dan menyebabkan kebakaran hutan. Penyuluhan juga bisa menginformasikan kepada masayarakat mengenai daerah mana saja yang rawan terhadap kebakaran dan upaya pencegahannya.

Pembinaan  merupakan kegiatan yang mengajak masyarakat untuk dapat meminimalkan intensitas terjadinya kebakaran hutan.

Sementara, pelatihan bertujuan untuk mempersiapkan masyarakat, khususnya yang tinggal di sekitar wilayah rawan kebakaran hutan,untuk melakukan tindakan awal dalam merespon kebakaran hutan.

Standardisasi : pembuatan dan penggunaan SOP (Standard Operating Procedure).
Untuk memudahkan tercapainya pelaksanaan program pencegahan kebakaran hutan maupun efektivitas dalam penanganan kebakaran hutan, diperlukan standar yang baku dalam berbagai hal berikut :
Metode pelaporan
Untuk menjamin adanya konsistensi dan keberlanjutan data yang masuk, khususnya data yang berkaitan dengan kebakaran hutan, harus diterapkan sistem pelaporan yang sederhana dan mudah dimengerti masyarakat. Ketika data yang masuk sudah lancar, diperlukan analisis yang tepat sehingga bisa dijadikan sebuah dasar untuk kebijakan yang tepat.

Peralatan
Standar minimal peralatan yang harus dimiliki oleh setiap daerah harus bisa diterapkan oleh pemerintah, meskipun standar ini bisa disesuaikan kembali sehubungan dengan potensi terjadinya kebakaran hutan, fasilitas pendukung, dan sumber daya manusia yang tersedia di daerah.

Metode Pelatihan untuk Penanganan Kebakaran Hutan
Standardisasi ini perlu dilakukan untuk membentuk petugas penanganan kebakaran yang efisien dan efektif dalam mencegah maupun menangani kebakaran hutan yang terjadi. Adanya standardisasi ini akan memudahkan petugas penanganan kebakaran untuk segera mengambil inisiatif yang tepat dan jelas ketika terjadi kasus kebakaran hutan

Supervisi : pemantauan dan pengawasan kepada pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan hutan. Pemantauan adalah kegiatan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya perusakan lingkungan, sedangkan pengawasan adalah tindak lanjut dari hasil analisis pemantauan. Jadi, pemantauan berkaitan langsung dengan penyediaan data,kemudian pengawasan merupakan respon dari hasil olah data tersebut. Pemantauan, menurut kementerian lingkungan hidup, dibagi menjadi empat, yaitu :
Pemantauan terbuka : Pemantauan dengan cara mengamati langsung objek yang diamati. Contoh : patroli hutan
Pemantauan tertutup (intelejen) : Pemantauan yang dilakukan dengan cara penyelidikan yang hanya diketahui oleh aparat tertentu.
Pemantauan pasif : Pemantauan yang dilakukan berdasarkan dokumen, laporan, dan keterangan dari data-data sekunder, termasuk laporan pemantauan tertutup.
Pemantauan aktif : Pemantauan dengan cara memeriksa langsung dan menghimpun data di lapangan secara primer. Contohnya : melakukan survei ke daerah-daerah rawan kebakaran hutan. Sedangkan, pengawasan dapat dilihat melalui 2 pendekatan, yaitu :
o   Preventif : kegiatan pengawasan untuk pencegahan sebelum terjadinya perusakan lingkungan (pembakaran hutan). Contohnya : pengawasan untuk menentukan status ketika akan terjadi kebakaran hutan

o   Represif : kegiatan pengawasan yang bertujuan untuk menanggulangi perusakan yang sedang terjadi atau telah terjadi serta akibat-akibatnya sesudah terjadinya kerusakan lingkungan.

Untuk mendukung keberhasilan, upaya pencegahan yang sudah dikemukakan diatas, diperlukan berbagai pengembangan fasilitas pendukung yang meliputi :

Pengembangan dan sosialisasi hasil pemetaan kawasan rawan kebakaran hutan
Hasil pemetaan sebisa mungkin dibuat sampai sedetail mungkin dan disebarkan pada berbagai instansi terkait sehingga bisa digunakan sebagai pedoman kegiatan institusi yang berkepentingan di setiap unit kawasan atau daerah.
Pengembangan organisasi penyelenggara Pencegahan Kebakaran Hutan
Pencegahan Kebakaran Hutan perlu dilakukan secara terpadu antar sektor, tingkatan dan daerah. Peran serta masyarakat menjadi kunci dari keberhasilan upaya pencegahan ini. Sementara itu, aparatur pemerintah, militer dan kepolisian, serta kalangan swasta perlu menyediakan fasilitas yang memadai untuk memungkinkan terselenggaranya Pencegahan Kebakaran Hutan secara efisien dan efektif.
Pengembangan sistem komunikasi
Sistem komunikasi perlu dikembangkan seoptimal mungkin sehingga koordinasi antar tingkatan (daerah sampai pusat) maupun antar daerah bisa berjalan cepat. Hal ini akan mendukung kelancaran early warning system, transfer data, dan sosialisasi kebijakan yangberkaitan dengan kebakaran hutan

2.4       Cara Memedamkan Kebakaran Hutan
            perlatan yang diperlukan:
1.    Mesin Pompa bertekanan tinggi untuk pencucian kendaraan/mobil merek Yuen Liang buatan Taiwan atau merek lain berikut dengan mesin penggerak.
2.    Drum penampungan air, dapat diisi dengan air pompa Hitachi atau Ember.
3.    Selang bertekanan yang dapat disambung secara praktis. Panjang selang 100 meter.
4.    Tongkat penyemprot/Stik Semprot.
5.    Masker Penahan Debu dan Asap.
6.    Sepatu Both.
Cara kerja pemadaman api pada hutan, lahan dan kebun:
1.    Tentukan titik sasaran, dimana kebakaran terjadi. Selidiki, apakah lokasi tersebut sedang terjadi kebakaran atau telah lama terjadi kebakaran. Bila sedang terjadi kebakaran, ditemukan adanya api yang menyala-nyala. Dan bila bekas terjadinya kebakaran ditemukan kawah-kawah api yang dapat menenggelamkan kaki kita bila terinjak. Dampaknya kaki akan melepuh.
2.    Persiapkan pompa bertekanan berikut drum air secara berdekatan. Isilah drum dengan air yang cukup dan berkelanjutan.
3.    Pasanglah selang bertekanan sesuai keperluan. Bila lokasi kebakaran jauh, selang dapat disambung, hingga 5 (lima) sambungan atau sepanjang 500 meter. Keistimewaan selang ini adalah tidak mudah terlipat, tidak menyangkut apabila ditarik, tenaga yang diperlukan untuk menarik sangat ringan.
4.    Pasanglah Tongkat Semprot/Stik Semprot. Apabila sedang terjadi kebakaran, aturlah stik semprot dengan cara mengabut. Kabut yang dibuat akan memadamkan api secara luas dan mengurangi panas yang menyengat. Bila memadamkan bekas kebakaran, aturlah stik dengan bentuk menembak. Air akan masuk ke dalam kawah hingga ke lapisan bawah, api akan padam segera.
5.    Gunakan Sepatu Both dalam tiap-tiap kegiatan pemadaman. Sepatu Both mampu menahan panas pada kaki dan menghindari kaki mengalami pelepuhan oleh panas.

Untuk mengatasi gangguan pernapasan, gunakan Masker Standar. Asap dan debu dapat disaring, sehingga petugas pemadam dapat bertahan lama menghadapi api.
Saat melakukan pemadaman, di garis depan harus dilakukan secara bergantian. Aturlah waktu yang tepat, sehingga petugas di garis depan dapat bekerja dengan baik.
Fungsikan petugas pemantau dan penghubung yang menginformasikan kepada petugas pemadam, kapan maju atau mundur melakukan pemadaman.
Persiapkan air minum yang segar bagi petugas yang memerlukannya.Persiapkan petugas gawat darurat jika diperlukan.
Kebakaran yang baru terjadi akan segera padam apabila dilakukan dengan pengabutan. Panas yang ditimbulkan berkurang karena butir-butir uap air yang ditembakan menyerap panas. Petugas yang bekerja pada lini
depan dapat bertahan dalam waktu yang cukup lama. Efektifitas pemadaman akan berlangsung baik.
Pemadaman kawah api pada lahan gambut bekas terjadinya kebakaran dilakukan dengan mengatur stik semprot seperti laju peluru. Air yang ditembakkan akan masuk pada kawah-kawah yang dalam dan akan memadamkan api secara baik.





BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
             Hutan merupakan sumberdaya alam yang tidak ternilai harganya karena didalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, dan sebagainya. Karena itu pemanfaatan dan perlindungannya diatur oleh Undang-undang dan peraturan pemerintah.
            Kebakaran merupakan salah satu bentuk gangguan terhadap sumberdaya hutan dan akhir-akhir ini makin sering terjadi. Kebakaran hutan menimbulkan kerugian yang sangat besar dan dampaknya sangat luas, bahkan melintasi batas negara. Di sisi lain upaya pencegahan dan pengendalian yang dilakukan selama ini masih belum memberikan hasil yang optimal. Oleh karena itu perlu perbaikan secara menyeluruh, terutama yang terkait dengan kesejahteraan masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan.

3.2       Saran
            Melihat dari akibat kebakaran hutan diatas, maka dari itu kita sebagai manusia hendaknya bisa menjaga hutan dengan sebaik-baiknya, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak di inginkan.









DAFTAR PUSTAKA


 http://niasrait.blogspot.com/2014/02/karya-tulis-pelestarian-hutan-untuk.html
http://www.slideshare.net/IqbalM99/karya-ilmiah-kebakaran-hutan
https://erlinustantina.wordpress.com/2012/10/16/karya-tulis-ilmiah/
http://roockiez.blogspot.com/2012/11/contoh-karya-ilmiah.html
Waliadi, Suhada, dan Dedi. 2005. Mengelola Bencana Kebakaran Lahan dan Hutan. Palangkaraya: CARE International Indonesia

No comments:

Post a Comment

Blogroll