"KEBAKARAN HUTAN"
BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Di
masa lalu membakar hutan merupakan suatu metode praktis untuk membuka lahan.
Pada awalnya banyak dipraktekan oleh para peladang tradisional atau peladang
berpindah. Namun karena biayanya murah praktek membakar hutan banyak diadopsi
oleh perusahaan-perusahaan kehutanan dan perkebunan.
Di
lingkup ilmu kehutanan ada sedikit perbedaan antara istilah kebakaran hutan dan
pembakaran hutan. Pembakaran identik dengan kejadian yang disengaja pada satu
lokasi dan luasan yang telah ditentukan. Gunanya untuk membuka lahan,
meremajakan hutan atau mengendalikan hama. Sedangkan kebakaran hutan lebih pada
kejadian yang tidak disengaja dan tak terkendali. Pada prakteknya proses
pembakaran bisa menjadi tidak terkendali dan memicu kebakaran.Kebakaran hutan
menjadi penyumbang terbesar laju deforestasi. Bahkan lebih besar dibanding
konversi lahan untuk pertanian dan illegal logging
Hutan
sebagai paru-paru dunia juga penyumbang oksigen dan keanekaragaman hayati
terbesar di muka bumi.Terdapat berbagai jenis flora dan fauna didalamnya.Hutan
adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia yang dapat ditemukan
baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin.Sebagai fungsi ekosistem,
hutan berperan sebagai lumbung air, penyeimbang lingkungan, dan mencegah
timbulnya pemanasan global.
Hutan
Indonesia merupakan hutan terluas ke-3 di dunia setelah Brazil dan Zaire. Luas
hutan di Indonesia diperkirakan mencapai 120,35 juta hektar atau sekitar 63
persen luas daratan. Penyebaran hutan di Indonesia hampir berada di seluruh
wilayah nusantara, termasuk Provinsi Riau. Sebagian besar wilayah hutan
Provinsi Riau merupakan lahan gambut yang sangat berpotensi untuk pertumbuhan
kelapa sawit.Dari luasan total lahan gambut di dunia sebesar 423.825.000 ha,
sebanyak 38.317.000 ha terdapat di wilayah tropika. Sekitar 50% dari luasan
lahan gambut tropika tersebut terdapat di Indonesia yang tersebar di
pulau-pulau Sumatra, Kalimantan, dan Papua, sehingga Indonesia menempati urutan
ke-4 dalam hal luas total lahan gambut sedunia, setelah Kanada, Uni Soviet, dan
Amerika Serikat.Indonesia memiliki lahan gambut terluas diantara negara tropis
lainnya, yaitu sekitar 21 juta ha, yang tersebar luas terutama di pulau
Sumatera, Kalimantan dan Papua (BB Litbang SDLP, 2008 dalam Agus dan Subiksa,
2008). Lahan gambut Riau menempati urutan ke-2 terbanyak setelah provinsi
Papua.
Oleh
karena itu, banyak perusahaan-perusahaan baik swasta asing maupun dalam negeri
yang berminat dan tertarik terhadap lahan gambut di Provinsi Riau dan kemudian
melakukan kerjasama untuk membangun perkebunan kelapa sawit yang akan diolah
menjadi minyak. Namun tidak semua perusahaan yang menaati peraturan pemerintah
terutama dalam hal pengelolaan lahan untuk pembangunan sehingga timbulah tindakan
illegal yang dilakukan oleh perusahaan tersebut yang hanya dapat memberikan
keuntungan sepihak. Misalkan, pembukaan lahan yang dilakukan dengan
carapembakaran hutan.
Dengan
semakin banyaknya lahan yang dibakar maka akan meningkatkan kadar asap dari kebakaran
itu sendiri. Apalagi asap yang ditimbulkan dari pembakaran lahan gambut yang
dinilai sangat sulit dalam upaya penyelesaiannya. Dikarenakan, saat musim
kemarau tiba permukaan tanah gambut cepat sekali kering dan mudah terbakar, dan
api di permukaan juga dapat merambat ke lapisan dalam yang relatif lembab. Oleh
karenanya, ketika terbakar, kobaran api tersebut akan bercampur dengan uap air
di dalam gambut dan menghasilkan asap yang sangat banyak.
Kebakaran
hutan dapat didefinisikan sebagai sebuah kebakaran yang terjadi di alam liar,
tetapi juga dapat memusnahkan rumah-rumah dan lahan pertanian disekitarnya.
Kebakaran hutan sangat rawan terjadi ketika musim kemarau.
Adapun beberapa penyebab terjadinya
kebakaran hutan antara lain: Pembakaran lahan yang tidak terkendali, kurangnya
penegakan hukum terhadap perusahaan yang melanggar peraturan pembukaan lahan,
aktivitas vulkanisme, dan kecerobohan manusia.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah pada karya tulis ilmiah ini dapt kita simpulkan dari latar
belakang masalah diantaranya adalah :
1. Apa
sajakah penyebab terjadinya kebakaran hutan ?
2. Bagaimana
dampak kebakaran hutan terhadap lingkungan dan alam ?
3. Apa
sajakah upaya untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran hutan ?
4. Bagaimana
cara memadamkan kebakaran hutan ?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan
disusunnya makalah ini antara lain:
1.
Mengetahui penyebab terjadinya kebakaran hutan
2.
Mengetahui dampak dari kebakaran hutan terhadap lingkungan dan alam
3.
Mengetahui upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan
4.
Mampu mengendalikan kebakaran hutan
1.4 Metode Penelitian
Data
penulisan makalah ini diperoleh dari buku tentang, Majalah Remaja Selain itu,
tim penulis juga memperoleh data dari internet.
1.5 Kegunaan Penelitian
Bagi Penulis :
Melatih kemampuan
Penulis dalam mengembangkan informasi yang didapat dari berbagai sumber
terpercaya.
Melatih Penulis agar
bertanggungjawab menyelesaikan tugas yang telah ditugaskan kepada Penulis.
Melatih ketelitian
Penulis dalam menyusun karya tulis ilmiah ini.
Dan juga melatih
kesabaran Penulis dalam menyusun karya tulis ilmiah.
Bagi Pembaca :
Menambah pengetahuan
dan keterampilan. Dan juga sebagai sumber referensi tentang kebakaran hutan
yang Penulis tuangkan dalam karya ilmiah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi dan Penyebab Terjadinya
Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan (kebakaran
vegetasi, atau kebakaran semak), adalah sebuah kebakaran yang terjadi di alam
liar, tetapi juga dapat memusnahkan rumah-rumah dan lahan pertanian disekitarnya.
Penyebab umum termasuk petir, kecerobohan manusia, dan pembakaran.
Kebakaran hutan dalam bahasa Inggris
berarti "api liar" yang berasal dari sebuah sinonim dari Api Yunani,
sebuah bahan seperti-napalm yang digunakan di Eropa Pertengahan sebagai senjata
maritime. Musim kemarau dan pencegahan kebakaran hutan kecil adalah penyebab
utama kebakaran hutan besar. Namun, sebab utama dari kebakaran hutan adalah
pembukaan lahan yang meliputi:
Kebakaran
hutan yang dipicu kegiatan manusia bisa diakibatkan dua hal, secara sengaja dan
tidak sengaja. Kebakaran secara sengaja kebanyakan dipicu oleh pembakaran untuk
membuka lahan dan pembakaran karena eksploitasi sumber daya alam. Sedangkan
kebakaran tak disengaja lebih disebabkan oleh kelalaian karena tidak mematikan
api unggun, pembakaran sampah, membuang puntung rokok, dan tindakan kelalaian
lainnya.
Di
Indonesia, 99% kejadian kebakaran hutan disebabkan oleh aktivitas manusia baik
sengaja maupun tidak sengaja. Hanya 1% diantaranya yang terjadi secara alamiah.4
Sejak era tahun 1980-an pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit dan Hutan
Tanaman Industri diduga menjadi penyebab utamanya.
Kebakaran
hutan secara alami banyak dipicu oleh petir, lelehan lahar gunung api, dan
gesekan antara pepohonan. Sambaran petir dan gesekan pohon bisa berubah menjadi
kebakaran bila kondisi hutannya memungkinkan, seperti kekeringan yang panjang.
Di
hutan-hutan subtropis seperti Amerika Serikat dan Kanada, sambaran petir dan
gesekan ranting pepohonan sering memicu kebakaran. Namun di hutan hujan tropis
seperti Indonesia, hal ini sedikit mustahil. Karena terjadinya petir biasanya
akan diiringi oleh turunnya hujan atau petir terjadi di sepanjang
hujan. Sehingga sangat tidak mungkin menimbulkan kebakaran.
Pemicu
alamiah lainnya adalah gesekan antara cabang dan ranting pepohonan. Hal ini pun
biasanya hanya terjadi di hutan-hutan yang kering. Hutan hujan tropis memiliki
kelembaban tinggi sehingga kemungkinan gesekan antar pohon menyebabkan
kebakaran sangat kecil.Pembakaran lahan yang tidak terkendali sehingga merembet
ke lahan lain Pembukaan lahan tersebut dilaksanakan baik oleh masyarakat
maupun perusahaan. Namun bila pembukaan lahan dilaksanakan dengan pembakaran
dalam skala besar, kebakaran tersebut sulit terkendali. Pembukaan lahan
dilaksanakan untuk usaha perkebunan, HTI, pertanian lahan kering, sonor dan
mencari ikan. pembukaan lahan yang paling berbahaya adalah di daerah
rawa/gambut.
Penggunaan
lahan yang menjadikan lahan rawan kebakaran, misalnya di lahan bekas HPH (Hak
Penguasaan Hutan) dan di daerah yang beralang-alang.Dalam beberapa kasus,
penduduk lokal juga melakukan pembakaran untuk memprotes pengambil-alihan lahan
mereka oleh perusahaan kelapa sawit.
Kurangnya
penegakan hukum terhadap perusahaan yang melanggar peraturan pembukaan
lahan.Tingkat pendapatan masyarakat yang relatif rendah, sehingga terpaksa
memilih jalan alternatif yang mudah, murah dan cepat untuk pembukaan
lahan.Aktivitas vulkanis seperti terkena aliran lahar atau awan panas dari
letusan gunung berapi.Kecerobohan manusia antara lain membuang puntung rokok
secara sembarangan dan tanpa mematikan apinya terlebih dahulu.
2.2 Akibat Kebakaran Hutan Terhadap Lingkungan
Dan Alam Sekitar
Akibat yang
ditimbulkan dari kebakaran liar antara lain:
1.
Menyebarkan emisi gas karbon
dioksida ke atmosfer yang mengakibatkan gangguan di berbagai segi kehidupan
masyarakat antara lain pendidikan, agama dan ekonomi. Hal ini mengganggu
kegiatan keagamaan dan mengurangi kegiatan perdagangan/ekonomi. Gangguan asap juga
terjadi pada sarana perhubungan/transportasi yaitu berkurangnya batas pandang.
Banyak pelabuhan udara yang ditutup pada saat pagi hari di musim kemarau karena
jarak pandang yang terbatas bisa berbahaya bagi penerbangan. Sering terjadi
kecelakaan tabrakan antar perahu di sungai-sungai, karena terbatasnya jarak
pandang.
2.
Terbunuhnya satwa liar dan
musnahnya tanaman baik karena kebakaran, terjebak asap atau rusaknya habitat.
3. Menyebabkan banjir selama beberapa minggu di saat musim hujan dan kekeringan
di saat musim kemarau.
3.
Kekeringan yang ditimbulkan
dapat menyebabkan terhambatnya jalur pengangkutan lewat sungai dan menyebabkan
kelaparan di daerah-daerah terpencil.
4.
Kekeringan juga akan
mengurangi volume air waduk pada saat musim kemarau yang mengakibatkan
terhentinya pembangkit listrik (PLTA) pada musim kemarau.
5.
Musnahnya bahan baku
industri perkayuan, mebel/furniture. Lebih jauh lagi hal ini dapat
mengakibatkan perusahaan perkayuan terpaksa ditutup karena kurangnya bahan baku
dan puluhan ribu pekerja menjadi penganggur/kehilangan pekerjaan.
6.
Meningkatnya jumlah
penderita penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dan kanker paru-paru.
Hal ini bisa menyebabkan kematian bagi penderita berusia lanjut dan anak-anak.
Polusi asap ini juga bisa menambah parah penyakit para penderita TBC/asma.
7.
Kebakaran hutan menyebabkan
kerusakan properti dan infrastruktur serta hilangnya aset pertanian, perkebunan
dan kehutanan. Tak sedikit juga meminta korban jiwa manusia. Untuk kasus
kebakaran besar tak jarang harus dilakukan evakuasi permukiman penduduk.
8.
Kebakaran hutan merupakan
bencana bagi keanekaragaman hayati. Tak terhitung berapa jumlah spesies
tumbuhan dan plasma nutfah yang hilang. Vegetasi yang rusak menyebabkan hutan
tidak bisa menjalankan fungsi ekologisnya secara maksimal. Juga menyebabkan
hilangnya habitat bagi satwa liar penghuni hutan.
9.
Selain itu kebakaran hutan
banyak melepaskan emisi karbon dan gas rumah kaca lain ke atmosfer. Karbon yang
seharusnya tersimpan dalam biomassa hutan dilepaskan dengan tiba-tiba. Apalagi
bila terjadi di hutan gambut, dimana lapisan tanah gambut yang
kedalamannya bisa mencapai 10 meter ikut terbakar.
10.
Cadangan karbon yang
tersimpan jauh di bawah lapisan tanah yang ditimbun selama jutaan tahun akan
ikut terlepas juga. Pengaruh pelepasan emisi gas rumah kaca ikut andil
memperburuk perubahan iklim.
11.
Secara ekonomi hilangnya
hutan menimbulkan potensi kerugian yang besar. Setidaknya ada
tiga kerugian lain yang bisa dihitung secara ekonomi, yaitu kehilangan
keuntungan karena deforestasi, kehilangan keanekaragaman hayati, dan
pelepasan emisi karbon. Belum lagi dengan kerugian langsung dan tidak langsung
bagi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan.
12.
Asap yang ditimbulkan oleh
kebakaran hutan berdampak langsung pada kesehatan, khususnya gangguan saluran
pernapasan. Asap mengandung sejumlah gas dan partikel kimia yang menggangu
pernapasan seperti seperti sulfur dioksida (SO2), karbon monoksida (CO),
formaldehid, akrelein, benzen, nitrogen oksida (NOx) dan ozon (O3).
2.3 Upaya Pencegahan dan Penanggulangan
Kebakaran Hutan
Sejak kebakaran hutan yang cukup
besar yang terjadi pada tahun 1982/83 yang kemudian diikuti rentetan kebakaran
hutan beberapa tahun berikutnya, sebenarnya telah dilaksanakan beberapa
langkah, baik bersifat antisipatif (pencegahan) maupun penanggulangannya.
Upaya Pencegahan
Upaya yang telah
dilakukan untuk mencegah kebakaran hutan dilakukan antara lain (Soemarsono,
1997):
(a) Memantapkan kelembagaan dengan membentuk dengan
membentuk Sub Direktorat Kebakaran Hutan dan Lembaga non struktural berupa
Pusdalkarhutnas, Pusdalkarhutda dan Satlak serta Brigade-brigade pemadam
kebakaran hutan di masing-masing HPH dan HTI;
(b) Melengkapi perangkat lunak berupa pedoman dan
petunjuk teknis pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan;
(c) Melengkapi perangkat keras berupa peralatan pencegah
dan pemadam kebakaran hutan;
(d) Melakukan pelatihan pengendalian kebakaran hutan bagi
aparat pemerintah, tenaga BUMN dan perusahaan kehutanan serta masyarakat
sekitar hutan;
(e) Kampanye dan penyuluhan melalui berbagai Apel Siaga
pengendalian kebakaran hutan;
(f) Pemberian pembekalan kepada pengusaha (HPH, HTI,
perkebunan dan Transmigrasi), Kanwil Dephut, dan jajaran Pemda oleh Menteri
Kehutanan dan Menteri Negara Lingkungan Hidup;
(g) Dalam setiap persetujuan pelepasan kawasan hutan bagi
pembangunan non kehutanan, selalu disyaratkan pembukaan hutan tanpa bakar.
Disamping melakukan
pencegahan, pemerintah juga nelakukan penanggulangan melalui berbagai kegiatan
antara lain (Soemarsono, 1997):
(a) Memberdayakan posko-posko kebakaran hutan di semua
tingkat, serta melakukan pembinaan mengenai hal-hal yang harus dilakukan selama
siaga I dan II.
(b) Mobilitas semua sumberdaya (manusia, peralatan &
dana) di semua tingkatan, baik di jajaran Departemen Kehutanan maupun instansi
lainnya, maupun perusahaan-perusahaan.
(c) Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di
tingkat pusat melalui PUSDALKARHUTNAS dan di tingkat daerah melalui
PUSDALKARHUTDA Tk I dan SATLAK kebakaran hutan dan lahan.
(d) Meminta bantuan luar negeri untuk memadamkan
kebakaran antara lain: pasukan BOMBA dari Malaysia untuk kebakaran di Riau,
Jambi, Sumsel dan Kalbar; Bantuan pesawat AT 130 dari Australia dan Herkulis
dari USA untuk kebakaran di Lampung; Bantuan masker, obat-obatan dan sebagainya
dari negara-negara Asean, Korea Selatan, Cina dan lain-lain.
Peningkatan Upaya
Pencegahan dan Penanggulangan
Upaya pencegahan dan penanggulangan
yang telah dilakukan selama ini ternyata belum memberikan hasil yang optimal dan
kebakaran hutan masih terus terjadi pada setiap musim kemarau. Kondisi ini
disebabkan oleh berbagai faktor antara lain:
(a) Kemiskinan dan ketidak adilan bagi masyarakat
pinggiran atau dalam kawasan hutan.
(b) Kesadaran semua lapisan masyarakat terhadap bahaya
kebakaran masih rendah.
(c) Kemampuan aparatur pemerintah khususnya untuk
koordinasi, memberikan penyuluhan untuk kesadaran masyarakat, dan melakukan
upaya pemadaman kebakaran semak belukar dan hutan masih rendah.
(d) Upaya
pendidikan baik formal maupun informal untuk penanggulangan kebakaran hutan
belum memadai.
Hasil
identifikasi dari serentetan kebakaran hutan menunjukkan bahwa penyebab utama
kebakaran hutan adalah faktor manusia dan faktor yang memicu meluasnya areal
kebakaran adalah kegiatan perladangan, pembukaan HTI dan perkebunan serta
konflik hukum adat dengan hukum negara, maka untuk meningkatkan efektivitas dan
optimasi kegiatan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan perlu upaya
penyelesaian masalah yang terkait dengan faktor-faktor tersebut.
Di
sisi lain belum efektifnya penanggulangan kebakaran disebabkan oleh faktor
kemiskinan dan ketidak adilan, rendahnya kesadaran masyarakat, terbatasnya
kemampuan aparat, dan minimnya fasilitas untuk penanggulangan kebakaran, maka
untuk mengoptimalkan upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan di
masa depan antara lain:
1.
Melakukan pembinaan dan
penyuluhan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pinggiran atau dalam
kawasan hutan, sekaligus berupaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
tentang bahaya kebakaran hutan dan semak belukar.
2.
Memberikan penghargaan
terhadap hukum adat sama seperti hukum negara, atau merevisi hukum negara
dengan mengadopsi hukum adat.
3.
Peningkatan kemampuan
sumberdaya aparat pemerintah melalui pelatihan maupun pendidikan formal.
Pembukaan program studi penanggulangan kebakaran hutan merupakan alternatif
yang bisa ditawarkan.
4.
Melengkapi fasilitas untuk
menanggulagi kebakaran hutan, baik perangkat lunak maupun perangkat kerasnya.
5.
Penerapan sangsi hukum pada
pelaku pelanggaran dibidang lingkungan khususnya yang memicu atau penyebab
langsung terjadinya kebakaran.
Upaya
untuk menangani kebakaran hutan ada dua macam, yaitu penanganan yang bersifat
represif dan penanganan yang bersifat preventif. Penanganan kebakaran hutan
yang bersifat represif adalah upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk
mengatasi kebakaran hutan setelah kebakaran hutan itu terjadi. Penanganan jenis
ini, contohnya adalah pemadaman, proses peradilan bagi pihak-pihak yang diduga
terkait dengan kebakaran hutan (secara sengaja), dan lain-lain.
Sementara
itu, penanganan yang bersifat preventif adalah setiap usaha,tindakan atau
kegiatan yang dilakukan dalam rangka menghindarkan atau mengurangi kemungkinan
terjadinya kebakaran hutan. Jadi penanganan yang bersifat preventif ini ada dan
dilaksanakan sebelum kebakaran terjadi. Selama ini, penanganan yang dilakukan
pemerintah dalam kasus kebakaran hutan, baik yang disengaja maupun tidak
disengaja, lebih banyak didominasi oleh penanganan yang sifatnya represif.
Berdasarkan data yang ada, penanganan yang sifatnya represif ini tidak efektif
dalam mengatasi kebakaran hutan di Indonesia.
Hal
ini terbukti dari pembakaran hutan yang terjadi secara terus menerus. Sebagai
contoh : pada bulan Juli 1997 terjadi kasus kebakaran hutan. Upaya pemadaman
sudah dijalankan, namun karena banyaknya kendala, penanganan menjadi lambat dan
efek yang muncul (seperti : kabut asap) sudah sampai ke Singapura dan Malaysia.
Sejumlah pihak didakwa sebagai pelaku telah diproses, meskipun hukuman yang
dijatuhkan tidak membuat mereka jera. Ketidakefektifan penanganan ini juga
terlihat dari masih terus terjadinya kebakaran di hutan Indonesia, bahkan pada
tahun 2008 ini.
Oleh
karena itu, berbagai ketidakefektifan perlu dikaji ulang sehingga bisa
menghasilkan upaya pengendalian kebakaran hutan yang efektif.
Menurut
UU No 45 Tahun 2004, pencegahan kebakaran hutan perlu dilakukan secara terpadu
dari tingkat pusat, provinsi, daerah, sampai unit kesatuan pengelolaan hutan.
Ada kesamaan bentuk pencegahan yang dilakuk an
diberbagai tingkat itu, yaitu penanggungjawab di setiap tingkat harus
mengupayakan terbentuknya fungsi-fungsi berikut ini :
Mapping
: pembuatan peta kerawanan hutan di wilayah teritorialnya masing-masing. Fungsi
ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, namun yang lazim digunakan adalah 3
cara berikut:
pemetaan
daerah rawan yang dibuat berdasarkan hasil olah data dari masa lalu maupun
hasil prediksi.
pemetaan daerah rawan
yang dibuat seiring dengan adanya survai desa (Partisipatory Rural Appraisal)
pemetaan daerah rawan
dengan menggunakan Global Positioning System atau citra satelit
Informasi :
penyediaan sistem informasi kebakaran hutan.
Hal ini bisa
dilakukan dengan pembuatan sistem deteksi dini (early warning system) di setiap
tingkat. Deteksi dini dapat dilaksanakan dengan 2 cara berikut :
o
analisis kondisi ekologis, sosial, dan ekonomi suatu wilayah
o
pengolahan data hasil pengintaian petugas
Sosialisasi :
pengadaan penyuluhan, pembinaan dan pelatihan kepada masyarakat.
Penyuluhan
dimaksudkan agar menginformasikan kepada masyarakat di setiap wilayah mengenai
bahaya dan dampak, serta peran aktivitas manusia yang
seringkali
memicu dan menyebabkan kebakaran hutan. Penyuluhan juga bisa menginformasikan
kepada masayarakat mengenai daerah mana saja yang rawan terhadap kebakaran dan
upaya pencegahannya.
Pembinaan
merupakan kegiatan yang mengajak masyarakat untuk dapat meminimalkan
intensitas terjadinya kebakaran hutan.
Sementara,
pelatihan bertujuan untuk mempersiapkan masyarakat, khususnya yang tinggal di
sekitar wilayah rawan kebakaran hutan,untuk melakukan tindakan awal dalam
merespon kebakaran hutan.
Standardisasi :
pembuatan dan penggunaan SOP (Standard Operating Procedure).
Untuk
memudahkan tercapainya pelaksanaan program pencegahan kebakaran hutan maupun
efektivitas dalam penanganan kebakaran hutan, diperlukan standar yang baku
dalam berbagai hal berikut :
Metode pelaporan
Untuk
menjamin adanya konsistensi dan keberlanjutan data yang masuk, khususnya data
yang berkaitan dengan kebakaran hutan, harus diterapkan sistem pelaporan yang
sederhana dan mudah dimengerti masyarakat. Ketika data yang masuk sudah lancar,
diperlukan analisis yang tepat sehingga bisa dijadikan sebuah dasar untuk
kebijakan yang tepat.
Peralatan
Standar
minimal peralatan yang harus dimiliki oleh setiap daerah harus bisa diterapkan
oleh pemerintah, meskipun standar ini bisa disesuaikan kembali sehubungan
dengan potensi terjadinya kebakaran hutan, fasilitas pendukung, dan sumber daya
manusia yang tersedia di daerah.
Metode Pelatihan
untuk Penanganan Kebakaran Hutan
Standardisasi
ini perlu dilakukan untuk membentuk petugas penanganan kebakaran yang efisien
dan efektif dalam mencegah maupun menangani kebakaran hutan yang terjadi.
Adanya standardisasi ini akan memudahkan petugas penanganan kebakaran untuk
segera mengambil inisiatif yang tepat dan jelas ketika terjadi kasus kebakaran
hutan
Supervisi :
pemantauan dan pengawasan kepada pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan
hutan. Pemantauan adalah kegiatan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya
perusakan lingkungan, sedangkan pengawasan adalah tindak lanjut dari hasil
analisis pemantauan. Jadi, pemantauan berkaitan langsung dengan penyediaan
data,kemudian pengawasan merupakan respon dari hasil olah data tersebut.
Pemantauan, menurut kementerian lingkungan hidup, dibagi menjadi empat, yaitu :
Pemantauan terbuka :
Pemantauan dengan cara mengamati langsung objek yang diamati. Contoh : patroli
hutan
Pemantauan tertutup
(intelejen) : Pemantauan yang dilakukan dengan cara penyelidikan yang hanya
diketahui oleh aparat tertentu.
Pemantauan pasif :
Pemantauan yang dilakukan berdasarkan dokumen, laporan, dan keterangan dari
data-data sekunder, termasuk laporan pemantauan tertutup.
Pemantauan aktif :
Pemantauan dengan cara memeriksa langsung dan menghimpun data di lapangan
secara primer. Contohnya : melakukan survei ke daerah-daerah rawan kebakaran
hutan. Sedangkan, pengawasan dapat dilihat melalui 2 pendekatan, yaitu :
o
Preventif : kegiatan pengawasan untuk pencegahan sebelum terjadinya perusakan
lingkungan (pembakaran hutan). Contohnya : pengawasan untuk menentukan status
ketika akan terjadi kebakaran hutan
o
Represif : kegiatan pengawasan yang bertujuan untuk menanggulangi perusakan
yang sedang terjadi atau telah terjadi serta akibat-akibatnya sesudah
terjadinya kerusakan lingkungan.
Untuk mendukung
keberhasilan, upaya pencegahan yang sudah dikemukakan diatas, diperlukan
berbagai pengembangan fasilitas pendukung yang meliputi :
Pengembangan dan
sosialisasi hasil pemetaan kawasan rawan kebakaran hutan
Hasil pemetaan sebisa
mungkin dibuat sampai sedetail mungkin dan disebarkan pada berbagai instansi
terkait sehingga bisa digunakan sebagai pedoman kegiatan institusi yang
berkepentingan di setiap unit kawasan atau daerah.
Pengembangan
organisasi penyelenggara Pencegahan Kebakaran Hutan
Pencegahan Kebakaran
Hutan perlu dilakukan secara terpadu antar sektor, tingkatan dan daerah. Peran
serta masyarakat menjadi kunci dari keberhasilan upaya pencegahan ini. Sementara
itu, aparatur pemerintah, militer dan kepolisian, serta kalangan swasta perlu
menyediakan fasilitas yang memadai untuk memungkinkan terselenggaranya
Pencegahan Kebakaran Hutan secara efisien dan efektif.
Pengembangan sistem
komunikasi
Sistem komunikasi perlu
dikembangkan seoptimal mungkin sehingga koordinasi antar tingkatan (daerah
sampai pusat) maupun antar daerah bisa berjalan cepat. Hal ini akan mendukung
kelancaran early warning system, transfer data, dan sosialisasi kebijakan
yangberkaitan dengan kebakaran hutan
2.4 Cara Memedamkan Kebakaran Hutan
perlatan yang diperlukan:
1.
Mesin Pompa bertekanan
tinggi untuk pencucian kendaraan/mobil merek Yuen Liang buatan Taiwan atau
merek lain berikut dengan mesin penggerak.
2.
Drum penampungan air, dapat diisi
dengan air pompa Hitachi atau Ember.
3.
Selang bertekanan yang dapat
disambung secara praktis. Panjang selang 100 meter.
4.
Tongkat penyemprot/Stik
Semprot.
5.
Masker Penahan Debu dan
Asap.
6.
Sepatu Both.
Cara kerja pemadaman
api pada hutan, lahan dan kebun:
1.
Tentukan titik sasaran,
dimana kebakaran terjadi. Selidiki, apakah lokasi tersebut sedang terjadi
kebakaran atau telah lama terjadi kebakaran. Bila sedang terjadi kebakaran,
ditemukan adanya api yang menyala-nyala. Dan bila bekas terjadinya kebakaran
ditemukan kawah-kawah api yang dapat menenggelamkan kaki kita bila terinjak.
Dampaknya kaki akan melepuh.
2.
Persiapkan pompa bertekanan
berikut drum air secara berdekatan. Isilah drum dengan air yang cukup dan
berkelanjutan.
3.
Pasanglah selang bertekanan
sesuai keperluan. Bila lokasi kebakaran jauh, selang dapat disambung, hingga 5
(lima) sambungan atau sepanjang 500 meter. Keistimewaan selang ini adalah tidak
mudah terlipat, tidak menyangkut apabila ditarik, tenaga yang diperlukan untuk
menarik sangat ringan.
4.
Pasanglah Tongkat
Semprot/Stik Semprot. Apabila sedang terjadi kebakaran, aturlah stik semprot
dengan cara mengabut. Kabut yang dibuat akan memadamkan api secara luas dan
mengurangi panas yang menyengat. Bila memadamkan bekas kebakaran, aturlah stik
dengan bentuk menembak. Air akan masuk ke dalam kawah hingga ke lapisan bawah,
api akan padam segera.
5.
Gunakan Sepatu Both dalam
tiap-tiap kegiatan pemadaman. Sepatu Both mampu menahan panas pada kaki dan
menghindari kaki mengalami pelepuhan oleh panas.
Untuk mengatasi
gangguan pernapasan, gunakan Masker Standar. Asap dan debu dapat disaring,
sehingga petugas pemadam dapat bertahan lama menghadapi api.
Saat melakukan
pemadaman, di garis depan harus dilakukan secara bergantian. Aturlah waktu yang
tepat, sehingga petugas di garis depan dapat bekerja dengan baik.
Fungsikan petugas
pemantau dan penghubung yang menginformasikan kepada petugas pemadam, kapan
maju atau mundur melakukan pemadaman.
Persiapkan air minum
yang segar bagi petugas yang memerlukannya.Persiapkan petugas gawat darurat
jika diperlukan.
Kebakaran yang baru
terjadi akan segera padam apabila dilakukan dengan pengabutan. Panas yang
ditimbulkan berkurang karena butir-butir uap air yang ditembakan menyerap
panas. Petugas yang bekerja pada lini
depan dapat bertahan
dalam waktu yang cukup lama. Efektifitas pemadaman akan berlangsung baik.
Pemadaman kawah api
pada lahan gambut bekas terjadinya kebakaran dilakukan dengan mengatur stik
semprot seperti laju peluru. Air yang ditembakkan akan masuk pada kawah-kawah
yang dalam dan akan memadamkan api secara baik.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hutan merupakan sumberdaya alam
yang tidak ternilai harganya karena didalamnya terkandung keanekaragaman hayati
sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur
tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, dan sebagainya.
Karena itu pemanfaatan dan perlindungannya diatur oleh Undang-undang dan
peraturan pemerintah.
Kebakaran merupakan salah satu bentuk
gangguan terhadap sumberdaya hutan dan akhir-akhir ini makin sering terjadi.
Kebakaran hutan menimbulkan kerugian yang sangat besar dan dampaknya sangat
luas, bahkan melintasi batas negara. Di sisi lain upaya pencegahan dan
pengendalian yang dilakukan selama ini masih belum memberikan hasil yang
optimal. Oleh karena itu perlu perbaikan secara menyeluruh, terutama yang
terkait dengan kesejahteraan masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan.
3.2 Saran
Melihat dari akibat kebakaran hutan
diatas, maka dari itu kita sebagai manusia hendaknya bisa menjaga hutan dengan
sebaik-baiknya, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak di inginkan.
DAFTAR PUSTAKA
http://niasrait.blogspot.com/2014/02/karya-tulis-pelestarian-hutan-untuk.html
http://www.slideshare.net/IqbalM99/karya-ilmiah-kebakaran-hutan
https://erlinustantina.wordpress.com/2012/10/16/karya-tulis-ilmiah/
http://roockiez.blogspot.com/2012/11/contoh-karya-ilmiah.html
Waliadi, Suhada, dan
Dedi. 2005. Mengelola Bencana Kebakaran Lahan dan Hutan. Palangkaraya: CARE
International Indonesia
No comments:
Post a Comment